Dalam hidup, hampir setiap orang pernah berada pada titik terendah dalam hidupnya. Merasa dirinya tak berguna, merasa dirinya gagal, merasa tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Merasa tidak ada lagi jalan keluar dari persoalan yang sedang di hadapinya. Semuanya terasa berantakan, semuanya terasa hancur. Tak ada lagi semangat untuk melakukan apa pun. Bahkan sudah tak ada lagi gairah untuk melanjutkan hidup. Perasaan ingin menyerah, perasaan ingin berhenti dan bahkan perasaan ingin mengakhiri hidup. Berada pada titik nadir atau pun titik terendah dalam hidup, memang sangat menyakitkan. Merasakan kesedihan yang teramat dalam dan berkepanjangan. Tak tahu lagi arah mana yang akan di tuju. Semua jalan terasa buntu, hidup terasa sia-sia dan tak bermakna. Namun percayalah, bahwa setiap orang pernah mengalami hal tersebut, tak peduli siapa pun itu. Hanya mungkin cara setiap orang menghadapinya tidaklah sama. Ada yang tidak mau terlalu lama larut dalam kondisi tersebut, dan ada juga yan...
Berdasarkan silsilahnya, Nabi Shaleh merupakan keturunan dari Nabi Nuh As. Silsilah lengkapnya ialah, Shaleh bin Ubaid bin Ashf bin Masih bin 'Abid bin Hazir bin Samud bin Amir bin bin Irim bin Syam bin Nuh. Shaleh mempunyai dua orang adik yang bernama Aanar dan Ashkol.
Nabi Shaleh As merupakan keturunan dari suku Tsamud. Suku Tsamud sendiri adalah bagian dari bangsa Arab, namun ada pula ahli sejarah mengatakan bahwa suku Tsamud merupakan golongan kaum Yahudi.
Kaum Tsamud tinggal di dataran 'Al-Hijr' yang terletak antara Hijaz dan Syam. Daerah ini juga merupakan daerah jajahan suku 'Ad yang telah dibinasakan oleh Allah. Melalui Nabi Idris As, Allah menurunkan azabnya kepada kaum 'Ad, karena telah mengingkari seruan dan ajakan dari Nabi Idris As.
Kisahnya bisa dibaca disini Kisah Nabi Idris As.
'Al-Hijr' merupakan sebuah daerah dengan kekayaan alam yang melimpah, tanah-tanah yang subur, binatang-binatang ternak yang berkembang biak dengan baik dan kebun-kebun bunga yang indah. Sebagian besar penduduk 'Al-Hijr' hidup dalam kemakmuran dan kemewahan. Mereka hidup tenteram, sejahtera dan bahagia, merasa aman dari segala gangguan alam. Mereka merasa bahwa kemewahan hidup tersebut akan kekal bagi mereka dan keturunannya.
Mereka tidak mengenal Allah. Tuhan mereka ialah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja. Kaum Tsamud meminta pertolongan dan perlindungan dari segala musibah kepada berhala-berhala yang mereka sembah. Mereka memberikan korban serta mengharapkan kebaikan dan kebahagiaan dari berhala tersebut.
Dalam kondisi kehidupan penduduk kaum Tsamud yang demikian, Allah Swt, kemudian mengutus seorang Rasul yakni Nabi Shaleh As, yang merupaka salah seorang keturunan kaum Tsamud sendiri. Nabi Shaleh berasal dari keluarga yang terpandang dan sangat dihormati, seseorang yang cerdas, bijak, rendah hati dan sangat ramah dalam pergaulannya.
Nabi Shaleh diperintahkan oleh Allah, untuk menyeru kepada kaum Tsamud, agar tidak lagi menyembah berhala. Mereka diperkenalkan oleh Nabi Shaleh kepada Tuhan yang sesungguhnya, Tuhan yang selama ini telah menganugerahkan kehidupan yang mewah kepada mereka, yakni Allah Swt, Tuhan yang seharusnya mereka sembah.
Bahwa Allah Swt-lah yang telah menciptakan mereka dan seluruh kekayaan alam yang mereka nikmati selama ini.
Nabi Shaleh menyampaikan kepada kaum Tsamud, bahwa ia adalah utusan Allah, dan apa yang ia ajarkan adalah amanah dari Allah, untuk keselamatan hidup dunia dan akhirat kelak.
Tentu saja mendengar seruan dan dakwah dari Nabi Shaleh, yang merupakan hal baru bagi kaum Tsamud, membuat mereka heran dan tidak percaya sama sekali. Apa lagi hal itu datang dari saudara dan keluarga mereka sendiri, yakni Nabi Shaleh.
Kaum Tsamud menolak segala ajaran dan dakwah dari Nabi Shaleh tersebut. Mereka pun berkata,
"Wahai Shaleh! kami mengenalmu selama ini, sebagai seorang yang cerdas, pikiranmu tajam dan pendapat serta pertimbanganmu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat kebajikan-kebajikan dan sifat yang terpuji. Kami berharap engkau bisa memimpin kami kelak, untuk bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi. Namun hari ini, atas segala seruan dan tingkah laku kamu yang hendak menyesatkan kami, dengan meninggalkan berhala-berhala yang selama ini kami sembah, meninggalkan ajaran dan kebiasaan dari nenek moyang kami, mengubah kepercayaan adat istiadat kami yang sudah turun temurun. Hari ini semua harapan kami tentangmu sudah tidak berlaku lagi, kami tidak lagi memandangmu sebagai orang yang cerdas dan bijak. Ajaran yang engkau bawa sama sekali baru bagi kami dan merupaka sesuatu yang menyesatkan. Kami tidak akan meninggalkan kepercayaan kami yang sudah mendarah daging, hanya karena mendengar seruanmu itu. Kami sedikitpun tidak mempercayai apa yang engkau sampaikan, semuanya hanyalah bualan, bahkan kami meragukan kenabianmu. Kami tidak akan menghianati nenek moyang kami dan mengikuti seruanmu itu..."
Namunn Nabi Shaleh tidak menyerah mendengar hal tersebut, ia terus saja menyebar dakwahnya. Nabi Shaleh memperingatkan kepada kaumnya, agar tidak menentangnya dan supaya mereka mau mengikuti seruannya untu beriman kepada Allah, yang telah mengaruniai nikmat yang begitu banyak.
Nabi Shaleh menceritakan tentang kaum-kaum sebelum mereka yang dibinasakan oleh Allah, karena keingkaran mereka kepada Allah Swt. Untuk itu ia menghimabau kepada kaum Tsamud agar jangan menentang Allah dan Rasul-Nya serta mendustakan risalah-Nya. Karena Allah Swt tidak akan segan-segan menimpakan azab dan bencana kepada mereka, seperti yang telah berlaku kepada kaum-kaum yang ingkar sebelum mereka.
Sebagian kecil dari kaum Tsamud akhirnya bisa menerima dakwah Nabi Shaleh, mereka menjadi pengikut Nabi Shaleh. Mereka yang mengikuti Nabi Shaleh ini merupakan golongan yang kedudukan sosialnya sangat lemah.
Sebagian besar dari kaum Tsamud, terutama yang berkedudukan tinggi, masih tetap membangkang dan ingar terhadap apa yang didakwahkan oleh Nabi Shaleh As. Bahkan mereka menentang Nabi Shaleh untuk membuktikan kenabiannya. Hal itu mereka lakukan agar bisa mempengaruhi para pengikut Nabi Shaleh untuk berbalik mendustakan Nabi Shaleh.
Untuk itu Nabi Shaleh pun berdo'a kepada Allah, agar diberikan sebuah mukjizat yang bisa membuktikan kenabiannya.
Allah Swt-pun mendengarkan do'a Nabi Shaleh dan mengabulkannya.
Atas perintah Allah Swt, Nabi Shaleh pun membuktikan mukjizatnya, yakni dengan memperlihatkan kapada kaum Tsamud sebuah batu yang besar. Batu tersebut atas izin Allah, tiba-tiba membelah diri, dan dari dalam batu tersebut keluarlah seekor unta betina yang cantik dan indah. Sambil menunjuk unta tersebut, berkatalah Nabi Shaleh kepada kaum Tsamud,
"inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah dia mencari makannya sendiri diatas bumi Allah, dia mempunyai giliran untuk mendapatkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendapatkan minuman bagimu dan bagi ternakmu juga. Dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya apa bila kamu mengganggu unta tersebut.."
Unta tersebut pun berkeliaran di ladang-ladang memakan rumput-rumput sesuka hatinya tanpa mendapat gangguan. Dan begitu juga ketika giliran ia minum di perigi yang bernama perigi unta, ia dapat minum sepuasnya, tiada seekor binatang lain berani menghampirinya. Hal ini menimbulkan rasa tidak suka dari pemilik ternak lainnya. Mereka merasa dengan adanya unta Nabi Shaleh tersebut, merupakan sebuah gangguan bagi mereka.
Keberhasilan Nabi Shaleh membuktikan mukjizatnya, membuat para kaum Tsamud yang ingkar, merasa telah gagal mempengaruhi para pengikut Nabi Shaleh. Para pengikut Nabi Shaleh justru semakin tebal keimanannya dengan kejadian tersebut. Mereka semakin menghormati Nabi Shaleh sebagai utusan Allah kepada mereka, hilang pulalah segala keraguan di hati mereka selama ini.
Melihat hal tersebut, para kaum Tsamud yang ingkar, mencoba menghasud para pemilik ternak yang merasa jengkel dan merasa tidak suka dengan kehadiran unta Nabi Shaleh. Mereka menyebarkan kebencian kapada kaum Tsamud lainnya.
Mereka pun merencanakan untuk membinasakan dan membunuh unta Nabi Shaleh tesebut.
Maka diutuslah oleh mereka dua orang untuk melakukan pembunuhan tersebut. Dua orang tersebut, yakni Mushadda' bin Muharrij dan Gudar bin Salif, dibantu oleh tujuh orang laki-laki lainnya.
Dengan rencana yang sangat matang mereka berhasil membunuh unta tersebut dengan perasaan yang sangat gembira ria. Mereka bahkan berpesta pora untuk merayakan kematian unta Nabi Shaleh tersebut.
Mereka pun berseru kepada Nabi Shaleh dengan sangat kasar,
"wahai Shaleh! untamu telah dibunuh, cobalah datangkan azab yang telah engkau katakan sebelumnya, apa bila unta tersebut kami ganggu, jika kamu memang termasuk orang yang benar dalam kata-katanya..."
Mendengar hal itu, Nabi Shaleh pun berkata,
"aku telah memperingatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu, maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah telah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah ddan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset. Kamu boleh bersuka ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini, kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan takdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang."
Namun bagi kaum Tsamud yang ingkar tersebut, ancaman dari Nabi Shaleh mereka anggap bagai sebuah lelucon. Mereka bahkan mengejek Nabi Shaleh, dan meminta turunnya azab tersebut dipercepat jangan menunggu sampai tiga hari.
Hingga pada akhirnya orang-orang yang terlibat akan pembunuhan unta Nabi Shaleh tersebut, berencana untuk membunuh Nabi Shaleh secara diam-diam. Mereka berencana melakukan pembunuhan tersebut sebelum sampai waktu tiga hari menjelang azab yang diancamkan kepada mereka. Agar mereka bisa terhindar dari azab tersebut, jika memang itu bisa terjadi. Pikir mereka.
Namun ketika mereka hendak memasuki rumah Nabi Shaleh untuk melaksanakan rencana mereka membunuh Nabi Shaleh, tiba-tiba dari atas langit turunlah batu-batu besar. Batu-batu itu-lah yang akhirnya menimpa dan menewaskan mereka semuanya.
Kaum Tsamud akhirnya hancur dan binasa ditimpa halilintar dan gempa bumi yang dahsyat.
Sementara Nabi Shaleh dan pengikutnya, sehari menjelang azab menimpa kaum Tsamud, telah melakukan perjalanan, meninggalkan daerah 'Al-Hijr' menuju sebuah tempat yang berada di Palestina, yakni daerah Ramlah.
Nabi Shaleh dan pengikutnya selamat dari bencana yang besar itu, karena Allah telah melindungi mereka dan memerintahkan mereka untuk pergi sebelum bencana itu menghancurkan daerah tempat tinggal mereka.
Namun bagi kaum Tsamud yang ingkar, mereka telah ditimpa azab atas perbuatan mereka sendiri. Keingkaran dan kekafiran mereka telah Allah musnahkah dari permukaan bumi. Mereka bersama segala harta bendanya hancur berkeping-keping tak tersisa sedikitpun.
Sungguh sebuah azab yang sangat menyiksa bagi mereka yang telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya.
Semoga hal ini bisa menjadi pengajaran bagi kita semuanya.....
Baca juga :
Komentar
Posting Komentar